Pages

Tuesday, 1 October 2013

Kasus Sapi Pemakan Sampah




Menjelang Idul Adha banyak para pedagang yang menjajakan sapi mereka untuk dijual. Sudah bertahun-tahun tradisi ini berjalan. Para konsumen pastinya akan mencari sapi yang gemuk untuk mereka kurbankan. Bila kita tela’ah banyak sekali cara-cara curang para pedagang untuk menggemukan sapi mereka. Mulai dari si sapi harus meminum banyak air, menyuntikan hormon, bahkan baru – baru ini saya mendengar bahwa sapi tersebut diberi makan sampah. Hal ini yang terjadi di Solo dan Semarang, banyak sapi – sapi yang di gembalakan untuk memakan sampah.
Memakan sampah bukanlah hal yang memberatkan, tetapi bila sampah yang dikonsumsi tersebut ternyata mengandung atau tercemar logam berat ini sungguh sangat mengkhawatirkan. Dapat menimbulkan berbagai penyakit. Hasil penelitian Universitas Diponogoro Semarang menunjukan bahwa sapi yang makan sampah di TPA tercemar logam berat melampaui ambang batas yang ditetapkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia bahkan dunia. Jenis logam berat yang terkandung dalam daging sapi yang digembalakan di TPA tersebut adalah mercury (Hg), cadmium (Cd), dan colbalt (Co). Bila jenis logam ini dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan berbagai kanker dalam jangka panjang, dan penyakit yang disebabkan oleh keracunan logam berat antara lain anemia, gangguan pada berbagai organ tubuh dab penurunan kecerdasan. Anak-anak merupakan golongan yang beresiko tinggi keracunan logam berat.
Dalam upaya ini, pemerintah daerah setempat telah menghimbau untuk para pedagang atau khususnya para perternak untuk tidak menggembalakan sapinya di TPA. Hanya saja himbauan ini sering dibantah dengan alasan tidak ada lagi lading rumput untuk sapi mereka makan dan sampah inilah cara terbaik untuk menggemukan sapi mereka.
Mungkin disinilah peran pemerintah daerah memikirkan tempat untuk merelokasi para sapi agar tidak diberi pakan sampah. Dan bila kita lihat kawasan hijau di kota seperti ini udah sangat sempit karena banyak bangunan dan perumahan yang dibuat.

No comments:

Post a Comment